Ayo Dukung Serginho Van Dijk dkk di Vietnam

Inilah jadwal Timnas Indonesia saat berlaga di AFF Suzuki Cup 22 November-22 Desember 2015 di Vietnam dan Singapura.

Presiden Curhat di Twitter Tentang Megawati

Ia mengklaim selama 10 tahun ini ia sudah berupaya untuk menjalin komunikasi lagi dengan Mega namun Allah belum mengizinkan.

Pemerintah: Pilkada Tak Langsung Sesuai UUD 1945

Pernyataan pemerintah disampaikan oleh Pelaksana Tugas Dirjen Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Mualimin Abdi. Mualimin memberikan keterangan saat UU Pemda dan UU Penyelenggara Pemilu diuji materi oleh Forum Kajian Hukum dan Konstitusi yang menginginkan pilkada dilaksankan melalui DPRD.

Profil Universitas Negeri Yogyakarta

Univeristas Negeri Yogyakarta (UNY) adalah Universitas "pecahan" dari Universitas Gadjah Mada.

Anis Matta: Kita Menangkan Empat Pertarungan

Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Anis Matta, kembali menegaskan bahwa partai Koalisi Merah Putih masih solid. Kemenangan pertarungan keempat di parlemen yang salah satunya adalah mengenai RUU Pilkada yang telah diputuskan untuk dipilih melalui DPRD.

Jumat, 11 April 2014

Lulus UN, Jangan Senang Dulu

Ilustrasi: siswa SMA merayakan kelulusan sekolah. (Foto: Heru Haryono/Okezone) 

JAKARTA - Ujian nasional (UN) kerap menjadi momok bagi para siswa. Banyak pelajar khawatir, UN akan menentukan nasib kelulusan mereka di sekolah.

Tapi, bukan berarti siswa yang lulus UN bisa berlapang dada. Pasalnya, kelulusan UN tidak serta merta menjadi tiket emas siswa untuk lulus pada jenjang pendidikan yang ditempuhnya.

Menurut Sekretaris Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Teuku Ramli Zakaria, UN hanyalah salah satu syarat bagi penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan masing-masing. Selain UN, ada tiga syarat lainnya yang ditentukan sekolah.

"Pertama, siswa telah menyelesaikan semua program pendidikan, harus memiliki nilai baik berdasarkan penilaian sekolah, termasuk karakter serta lulus ujian sekolah," papar Ramli, seperti dilansir laman Kemendikbud, Jumat (11/4/2014). 

Ramli mengimbuhkan, jika siswa lulus UN tapi tidak lulus ujian sekolah, belum bisa disebut lulus dari satuan pendidikan. Meski tidak mendapatkan ijazah kelulusan dari sekolah, siswa tersebut tetap akan mendapatkan surat keterangan hasil ujian nasional (SKHUN).

SKHUN tersebut menjadi pegangan bagi siswa untuk tidak lagi mengikuti UN lagi. Namun demikian, dia harus mengulang ujian sekolah di tahun pelajaran berikutnya. Pengulangan ujian sekolah ini, kata Ramli, dilaksanakan sesuai manajemen berbasis sekolah (MBS).

"Sekolah akan menentukan apakah siswa harus ikut belajar lagi di sekolah bersama adik tingkatnya, ataukah dia belajar di rumah hingga ujian sekolah dilaksanakan lagi tahun berikutnya," imbuhnya.

Mulai Senin, 14 April 2014, siswa SMA/sederajat akan mengikuti UN. Peserta UN adalah siswa yang duduk di kelas terakhir pada setiap jenjang dan memiliki nilai rapor yang lengkap.

"Peserta UN juga harus memiliki ijazah lulus dari jenjang pendidikan sebelumnya minimal tiga tahun, kecuali untuk kelas akselerasi," tutur Ramli.  (rfa)

sumber: Okezone.com

Gagal ke Senayan, Farhat Abbas Gila?

Farhat Abbas & Regina (Foto: Twitter) 

JAKARTA – Hasil penghitungan cepat Quick Count 9 April 2014 sudah selesai. Namun, hingga saat ini belum ada keterangan apakah jumlah suara yang diperoleh Farhat Abbas dalam Pemilu Legislatif 2014 memungkinkan untuknya maju ke Senayan.

Meski begitu, Farhat Abbas memastikan tidak takut gila seperti yang dikhawatirkan banyak orang, jika gagal dalam pencalegan tahun ini.

"Yang sedih dan bisa gila itu jika gagal karena cinta, bukan gagal caleg. Gagal cinta gila seratus juta, gagal cinta nganggur, dan gila," tulis Farhat dalam akun Twitternya ‏@farhatabbaslaw, Kamis (10/4/2014).

Akibat kicauannya tersebut, berbagai komentar langsung menghujani kicauan Farhat. Bahkan, salah satu komentar yang menganggap Farhat sudah gila.

Sementara itu, sebelumnya, Farhat yakin akan maju dengan mudah sebagai Anggota Dewan. "9 April terpilih jd anggota DPR-RI," ‏ungkap Farhat, 16 jam lalu.

Sekadar diketahui, Farhat Abbas maju sebagai caleg dari Partai Demokrat untuk Dapil 3 yang meliputi wilayah Jakarta Barat, Jakarta Utara, dan Kepulauan Seribu. (nsa)

sumber: Okezone.com

Kamis, 10 April 2014

Warna Pesawat Kepresidenan Indonesia Mirip Amerika

Warna Pesawat Kepresidenan Indonesia Mirip Amerika 

TEMPO.CO, Jakarta - Guru Besar Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, mengatakan apabila pesawat kepresidenan Indonesia didominasi warna biru, maka akan sama dengan warna pesawat kepresidenan Amerika Serikat. "Amerika juga biru, tapi sepertinya tak akan ada masalah. Justru bagus karena sekarang Indonesia punya pesawat kepresidenan," kata Hikmahanto saat dihubungi, Kamis, 10 April 2014. (baca: Kontroversi Pesawat Kepresidenan RI)

Hanya saja, Hikmahanto mengaku belum melihat gambar pesawat kepresidenan Indonesia yang baru mendarat di Halim Perdanakusuma hari ini, Rabu, 10 April 2014. Pesawat itu diterbangkan dari Guam, kepulauan di Samudera Pasifik yang dulu dijadikan pangkalan pasukan sekutu untuk mengalahkan Jepang pada Perang Dunia II.

Menurut dia, pemilihan warna biru muda untuk pesawat kepresidenan dirasa tak bakal menimbulkan isu miring. Sebab, selama ini memang tak ada regulasi yang mengatur estetika pesawat kepresidenan. "Apalagi, ini pesawat kepresidenan pertama. Jadi, tak bisa dibandingkan dengan sebelumnya," kata Hikmahanto.

Menurut Hikmahanto, pemilihan warna biru muda itu juga tak bisa dianggap sebagai langkah yang tak nasionalis. "Garuda dulu pernah catnya merah-putih, tapi sekarang biru. Itu tak pernah menjadi masalah," kata Hikmahanto. "Pemilihan biru muda itu pasti sudah dikaji sebelumnya."

Hikmahanto merasa sudah sepatutnya Indonesia memiliki pesawat kepresidenan. Selama ini, presiden harus menyewa pesawat komersil Garuda jika harus bepergian. "Ukuran Indonesia yang begitu besar, selayaknya presiden menggunakan pesawat khusus," ujar dia. (baca: Antara Pesawat Presiden dan Nyawa Satinah)

"Perjalanan presiden bisa lebih mudah. Ini penting ketika nanti presiden harus melakukan penerbangan terkait urusan diplomasi," kata Hikmahanto.

Perlindungan Anak

Senin, 07 April 2014

MK: Bukan “Empat Pilar”, Pancasila Memiliki Kedudukan Tersendiri



Mahkamah Konstitusi memutuskan mengabulkan permohonan uji materi UU No. 2/2011 tentang Partai Politik - Perkara No. 100/PUU-XI/2013 -  pada sidang pengucapan putusan yang diajukan oleh Basuki Agus Suparno, dkk, Kamis (3/4) siang yang dibacakan Ketua Pleno Hamdan Zoelva, didampingi para hakim konstitusi lainnya.
Mahkamah berpendapat, menempatkan Pancasila sebagai salah satu pilar, selain mendudukkan sama dan sederajat dengan pilar yang lain, akan menimbulkan kekacauan epistimologis, ontologis, dan aksiologis. Pancasila memiliki kedudukan yang tersendiri dalam kerangka berpikir bangsa dan negara Indonesia berdasarkan konstitusi.
Menurut Mahkamah, selain sebagai dasar negara, Pancasila juga sebagai dasar filosofi negara, norma fundamental negara, ideologi negara, cita hukum negara, dan sebagainya. Oleh karena itu, menempatkan Pancasila sebagai salah satu pilar dapat mengaburkan posisi Pancasila.
Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan di atas, permohonan para Pemohon sepanjang mengenai frasa “empat pilar berbangsa dan bernegara yaitu” dalam Pasal 34 ayat (3b) huruf a UU Parpol beralasan menurut hukum.
“Amar putusan, mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian. Frasa  “empat pilar berbangsa dan bernegara yaitu” dalam Pasal 34 ayat (3b) huruf a UU Parpol bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” demikian dibacakan Hamdan Zoelva.
Sebagaimana diketahui, norma yang diujikan yaitu Pasal  34 ayat (3b) huruf a UU Parpol menyatakan, “Pendidikan Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (3a) berkaitan dengan kegiatan: (a)pendalaman mengenai empat pilar berbangsa dan bernegara yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia” Pasal ini yang menempatkan Pancasila sebagai salah satu pilar berbangsa dan bernegara yang sejajar dengan Bhineka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia telah menimbulkan ketidakpastian hukum. Pancasila memiliki kedudukan yang tidak sama dengan Bhineka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Indonesia, oleh karena itu penempatan Pancasila tersebut merupakan kesalahan yang fatal.
Dalam sidang pengucapan putusan tersebut, Wakil Ketua Konstitusi Arief Hidayat memiliki alasan berbeda (concurring opinion). Dalam rangka penguatan fungsi dan peran partai politik memberikan pendidikan politik bagi masyarakat, berdasarkan ketentuan Pasal 34 ayat (3a) UU Parpol, partai politik yang memiliki kursi di DPR dan DPRD diberikan bantuan keuangan yang berasal dari APBN/APBD dan diprioritaskan untuk menyelenggarakan pendidikan politik bagi anggota partai politik dan masyarakat.
Menurut ketentuan Pasal 34 ayat (3b) huruf a, pendidikan politik sebagaimana dimaksud ayat (3a) berkaitan dengan kegiatan pendalaman mengenai empat pilar berbangsa dan bernegara yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Diskursus mengenai kedudukan Pancasila sebagai dasar negara ataukah sebagai pilar negara telah lama menjadi perdebatan dalam berbagai forum akademis sejak istilah empat pilar dipopulerkan. Secara teoritis, pemahaman yang menganggap Pancasila sebagai pilar adalah kurang tepat. Pancasila bukanlah sebagai pilar, melainkan sebagai dasar negara sebagaimana tertuang dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945
Sementara itu Hakim Konstitusi Patrialis Akbar menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion). Menurut Patrialis, permohonan yang diajukan para Pemohon bukan merupakan persoalan konstitusionalitas, sehingga harus dinyatakan tidak dapat diterima. Berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, salah satu kewenangan MK adalah menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar, apakah suatu undang-undang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar, melanggar prinsip hak asasi manusia, bersifat diskriminasi dan lain sebagainya. “Jadi persoalan konstitusionalitas norma merupakan landasan utama bagi Mahkamah dalam melakukan uji materi suatu undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar,” kata Patrialis. (Nano Tresna Arfana/mh)

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More