Ayo Dukung Serginho Van Dijk dkk di Vietnam
Inilah jadwal Timnas Indonesia saat berlaga di AFF Suzuki Cup 22 November-22 Desember 2015 di Vietnam dan Singapura.
Presiden Curhat di Twitter Tentang Megawati
Ia mengklaim selama 10 tahun ini ia sudah berupaya untuk menjalin komunikasi lagi dengan Mega namun Allah belum mengizinkan.
Pemerintah: Pilkada Tak Langsung Sesuai UUD 1945
Pernyataan pemerintah disampaikan oleh Pelaksana Tugas Dirjen Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Mualimin Abdi. Mualimin memberikan keterangan saat UU Pemda dan UU Penyelenggara Pemilu diuji materi oleh Forum Kajian Hukum dan Konstitusi yang menginginkan pilkada dilaksankan melalui DPRD.
Profil Universitas Negeri Yogyakarta
Univeristas Negeri Yogyakarta (UNY) adalah Universitas "pecahan" dari Universitas Gadjah Mada.
Anis Matta: Kita Menangkan Empat Pertarungan
Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Anis Matta, kembali menegaskan bahwa partai Koalisi Merah Putih masih solid. Kemenangan pertarungan keempat di parlemen yang salah satunya adalah mengenai RUU Pilkada yang telah diputuskan untuk dipilih melalui DPRD.
Senin, 17 November 2014
Senin, 06 Oktober 2014
Tutorial Membuat Media Pembelajaran di Power Point
Hari ini saya akan share video Tutorial Membuat Media Pembelajaran Interaktif di Power Point...Monggo disedot gan!!
Sabtu, 27 September 2014
Sejarah Kependudukan Dunia dan Indonesia
Selasa, 15 Juli 2014
Kamis, 12 Juni 2014
Rabu, 23 April 2014
Bukan Salah Rokku yang Mini, Tapi Otakmu yang "Mini"
JAKARTA - Setiap orang berpotensi menjadi korban pelecehan seksual. Dari siswa taman kanak-kanak yang tidak berdaya, hingga mahasiswa yang sudah dewasa.
Menurut salah satu laporan American Association of University Women (AAUW), laki-laki maupun perempuan rentan mengalami pelecehan seksual. Karena itulah, penting bagi kita memahami berbagai fakta tentang pelecehan seksual di kampus, seperti yang dilansir AAUW, Rabu (23/4/2014).
Hasil riset AAUW menunjukkan, banyak mahasiswa mengalami pelecehan seksual saat di kampus. Bentuknya, mulai dari tindakan seksual yang tidak diinginkan hingga pemaksaan atas hubungan seksual.
Berbagai pengalaman ini membuat mahasiswa, khususnya perempuan, merasa bingung, marah, tidak nyaman dan kecewa dengan pengalaman masa kuliah mereka. Akibatnya, para korban kerap menghindari berbagai tempat di kampus, mengubah jadwal kuliah mereka, bolos kuliah atau kegiatan ekstrakurikuler bahkan mengubah cara hidup mereka untuk menghindari peristiwa serupa terjadi lagi.
Meskipun banyak kampus memiliki kebijakan masing-masing tentang pelecehan seksual, insiden ini terus berlangsung dan memakan lebih banyak korban. Pelecehan seksual pun merusak kesempatan seseorang untuk meraih prestasi akademis dan profesional, sekaligus memengaruhi hidup mereka.
Bentuk pelecehan seksual
- Ucapan verbal, perilaku nonverbal dan perilaku fisik dengan tendensi seksual;
- Gurauan (lelucon) cabul yang tidak diinginkan, penghinaan berbasis gender dan kontak seksual;
- Perilaku yang menyebabkan lingkungan belajar atau bekerja yang tidak aman secara seksual;
Fakta tentang pelecehan seksual
- Dapat muncul di antara sesama jenis;
- Korban pelecehan seksual tidak harus orang yang mendapat pelecehan secara langsung, tetapi juga mereka yang terpengaruh perilaku tersebut;
- Mahasiswi lebih banyak menjadi korban pelecehan seksual di kampus daripada mahasiswa;
- Sebagian besar korban pelecehan seksual mengenal baik pelaku;
- Banyak korban pelecehan seksual tidak menceritakan kejadian yang menimpanya;
- Sebagian besar pelecehan seksual terjadi di kamar kos (asrama);
Dampak ke korban
Secara fisik dan emosional, sebagian besar korban pelecehan seksual merasa kecewa, marah, malu, dan takut.
Di antara dampak yang dialami korban pelecehan seksual dari segi akademik adalah gangguan tidur, kehilangan selera makan, kurang berpartisipasi di kelas, menghindari kelompok belajar, berpikir untuk pindah kuliah, benar-benar pindah kampus, menghindari perpustakaan, ganti jurusan, hingga enggan menemui dosen. Korban bisa jadi hanya mengalami satu dari hal-hal tersebut, namun banyak juga yang merasakan beberapa dampak.
Rabu, 16 April 2014
Asas Retroaktif dalam Sistem Hukum Indonesia
Hukum pidana Indonesia pada dasarnya menganut asas legalitas sebagimana yang diatur dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP yang menyatakan “Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan”. Salah satu konsekuensi dari ketentuan dari pasal tersebut adalah larangan memberlakukan surut suatu perundang-undangan pidana atau yang dikenal dengan istilah asas retroaktif. Pada awalnya, larangan pemberlakuan surut suatu peraturan pidana terdapat dalam Pasal 6 Algemene Bepalingen van Wetgeving voor Nederlands Indie (AB) S.1947-23, kemudian muncul dalam Konstitusi, yaitu UUDS 1950 Pasal 14 ayat (2). Larangan asas retroaktif juga ditegaskan dalam Pasal 28 I ayat (1) Undang-undang Dasar 1945 yang menyatakan:
“Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.”
Adapun dasar pemikiran dari larangan tersebut adalah:
a. Untuk menjamin kebebasan individu dari kesewenang-wenangan penguasa.
b. Pidana itu juga sebagai paksaan psikis (teori psychologische dwang dari Anselm von Feurebach). Dengan adanya ancaman pidana terhadap orang yang melakukan tindak pidana, penguasa berusaha mempengaruhi jiwa si calon pembuat untuk tidak berbuat.
Meskipun prinsip dasar dari hukum berpegang pada asas legalitas namun dalam beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan asas legalitas ini tidak berlaku mutlak. Artinya dimungkinkan pemberlakuan asas retroaktif walaupun hanya dalam hal-hal tertentu saja. Pemberlakuan surut diizinkan jika sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1 ayat (2) KUHP yang menyebutkan “ Bilamana ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkannya.” Suatu peraturan perundang-undangan mengandung asas retroaktif jika :
a. menyatakan seseorang bersalah karena melakukan suatu perbuatan yang ketika perbuatan tersebut dilakukan bukan merupakan perbuatan yang dapat dipidana; dan
b. menjatuhkan hukuman atau pidana yang lebih berat daripada hukuman atau pidana yang berlaku pada saat perbuatan itu dilakukan (Pasal 12 Ayat 2 Deklarasi Universal HAM).
Asas retroaktif tidak boleh digunakan kecuali telah memenuhi empat syarat kumulatif:
(1) kejahatan berupa pelanggaran HAM berat atau kejahatan yang tingkat kekejaman dan destruksinya setara dengannya;
(2) peradilannya bersifat internasional, bukan peradilan nasional;
(3) peradilannya bersifat ad hoc, bukan peradilan permanen; dan
(4) keadaan hukum nasional negara bersangkutan tidak dapat dijalankan karena sarana, aparat, atau ketentuan hukumnya tidak sanggup menjangkau kejahatan pelanggaran HAM berat atau kejahatan yang tingkat kekejaman dan destruksinya setara dengannya.
Beberapa ketentuan yang mengatur mengenai asas retroaktif ini diatur dalam Penjelasan Pasal 4, Pasal 18 ayat (3) UU No. 39 Tahun 1999 (khusus yang berkaitan dengan hukum pidana) dan Pasal 43 UU No. 26 Tahun 2000, Pasal 46 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) No. 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang menjadi UU No. 15 Tahun 2003 dan Perpu No. 2 Tahun 2002 tentang Pemberlakuan Perpu No. 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme pada Peristiwa Bom di Bali tanggal 12 Oktober 2002 yang akhirnya menjadi UU No. 16 Tahun 2003.
Asas Retroaktif Dalam Instrumen Hukum Internasional
Pada saat ini larangan pemberlakuan surut (non retroaktif) suatu peraturan pidana sudah menjadi hal yang umum di dunia internasional, misalnya dalam Artikel 99 Konvensi Jenewa Ketiga 12 Agustus 1949, Pasal 4 dan Pasal 28 Konvensi Wina 1969 (Vienna Convention on the Law and Treaties) yang mengatur perjanjian antara negara dan negara dan Pasal 4 dan Pasal 28 Konvensi Wina 1986 (Vienna Convention on the Law of Treaties between States and International Organizations or between International Organizations). Selain itu dapat pula dilihat dalam Pasal 11 ayat (2) Universal Declaration of Human Right 1948, Pasal 15 ayat (1) International Covenant on Civil and Political Rights 1966/ICCPR, Pasal 7 European Convention for the Protection of Human Rights and Fundamental Freedoms and Its Eight Protocols, Pasal 9 American Convention on Human Rights dan Rome Statute of the International Criminal Court (1998) yang tetap mempertahankan prinsip-prinsip asas legalitas, terutama dalam Pasal 22-24.
Meskipun ketentuan dalam hukum internasional menentukan demikian, bukan berarti tidak ada kecualian, artinya kesempatan untuk memberlakukan asas retroaktif tetap terbuka. Ini terjadi karena ketentuan hukum internasional tersebut di atas memberi kemungkinan untuk melakukan penyimpangan. Ini dapat dilihat dari ketentuan dalam Pasal 28 Konvensi Wina 1969 dan Pasal 28 Konvensi Wina 1986 yang rumusannya sama persis. Kemudian Pasal 64 dan Pasal 53 kedua konvensi itu juga memberi kemungkinan berlakunya asas retroaktif. Ketentuan lain dapat kita lihat dalam Pasal 103 Piagam PBB dan Pasal 15 ayat (2) ICCPR yang merupakan pengecualian terhadap Pasal 15 ayat (1).
Dari praktek hukum pidana internasional, dapat dilihat bahwa asas retroaktif ini diberlakukan terhadap beberapa peristiwa tertentu, yang pada akhirnya praktek ini mempengaruhi pembuatan ketentuan penyimpangan atau pengecualian dari asas non retroaktif pada instrumen hukum internasional. Mahkamah pidana internasional Nuremberg 1946 dan Tokyo 1948 yang mengadili penjahat perang pada Perang Dunia II, International Criminal Tribunal for the Former Yugoslavia (ICTY) dan International Criminal Tribunal for Rwanda (ICTR) merupakan contoh penerapan asas retroaktif. Pelanggaran terhadap asas non-retroaktif tersebut merupakan momentum penting, merupakan “benchmark” dalam perkembangan politik hukum pidana pasca Perang Dunia Kedua, sekalipun telah menimbulkan pro dan kontra dikalangan para ahli hukum pidana di seluruh dunia.
Analisis Yuridis
Penolakan terhadap asas retroaktif dipicu dari adanya anggapan bahwa asas retroaktif merupakan wadah dari political revenge (balas dendam politik) sehingga asas retroaktif dikatakan sebagai refleksi dari lex talionios (balas dendam). Larangan akan pemberlakuan asas retroaktif dalam instrumen hukum internasional dan hukum nasional setidaknya menjadi indikator bahwa asas ini masih terbuka untuk diperdebatkan. Larangan mengenai asas retroaktif ini merupakan non derogable rights (hak-hak yang tidak dapat ditangguhkan atau dibatasi (dikurangi) pemenuhannya oleh negara, meskipun dalam kondisi darurat sekalipun) sebagaimana yang diatur dalam Pasal 15 International Covenant on Civil and Political Rights yang diratifikasi melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan International Covenant On Civil And Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik) kecuali memenuhi syarat komulatif yakni:
a. sepanjang ada situasi mendesak yang secara resmi dinyatakan sebagai situasi darurat yang mengancam kehidupan bernegara
b. penangguhan atau pembatasan tersebut tidak boleh didasarkan pada diskriminasi ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama atau asal-usul sosial,
c. pembatasan dan penangguhan yang dimaksud harus dilaporkan kepada Perserikatan Bangsa Bangsa(PBB).
Pemberlakuan asas reroaktif sebaiknya tetap dipertahankan dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Hal tersebut didasari oleh beberapa alasan yakni:
a. Secara yuridis, asas retroaktif dimungkinkan melalui rumusan Pasal 28 J Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945 yang menyebutkan:
(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
b. Ketentuan internasional memberikan peluang untuk memberlakukan asas retroaktif, bahkan telah menerapkan asas ini melalui pengadilan ad hoc di Nuremberg, Tokyo dan sebagainya sebagaimana telah diauraikan sebelumnya.
c. Asas retroaktif merupakan senjata untuk menghadapi kejahatan-kejahatan baru yang tidak dapat disejajarkan dengan tindak pidana yang terdapat dalam KUHP ataupun diluar KUHP. Dengan demikian tidak ada pelaku yang dapat lolos dari jeratan hukum.
d. Pemberlakuan asas retroaktif merupakan cerminan dari asas keadilan baik terhadap pelaku maupun korban.
e. Asas retroaktif sangat diperlukan dalam mengadili kejahatan luar biasa (extra ordinary crime). Adapun kualifikasi extra ordinary crime dapat dilihat pada jumlah korban, cara dilakukannya kejahatan, dampak psikologis yang ditimbulkan serta kualifikasi kejahatan yang ditetapkan oleh PBB.
f. Sesuai dengan asas-asas hukum pidana internasional, penolakan terhadap asas retroaktif ini semata-mata hanya dilihat melalui pendekatan hukum tata negara saja tanpa memperhatikan aspek pidana (nasional dan internasional).
Minggu, 13 April 2014
Bahaya Mengkonsumsi Air Isi Ulang
Nah untuk postingan kali ini, saya akan membahas tentang bahaya mengkonsumsi air minum isi ulang untuk keperluan setiap hari. Dengan meningkatnya jumlah kebutuhan akan air bersih dan mahalnya harga air galon asli, rupanya sangat dimanfaatkan sekali para peluang usaha bisnis air isi ulang dengan harga relatif sekitar antara Rp. 3000.
Hal itu sangat memungkin menguntungkan untuk kalangan kelas menengah ke bawah, karena dari segi harganya lebih ekonomis di bandingkan harus dengan membeli air galon asli yang harganya lumayan. Akan tetapi ini justru membuat miris karena menurut Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Departemen Kesehatan mempublikasikan dari hasil penelitian mereka terhadap depot-depot air minum isi ulang, menghasilkan bahwa air minum isi ulang diketahui tercemar bakteri patogen seperti coliform, bahkan ada yang terkontaminasi oleh logam berat kadmium. Belum lagi proses pencucian galon bekas sebelum diisi kembali diyakini juga menyumbangkan paling tidak 5% dari total bakteri yang terkandung dalam air isi ulang yang siap minum. (dikutip dari : kspresi suara remaja).
Rata-rata 50 persen air isi ulang mengandung bakteri E.coli, oleh sebab itu masyarakat di sarankan untuk memasaknya kembali sebelum di konsumsi untuk diminum,” ujar Dr R Budi Haryanto, SKM, MKes, MSc dalam acara Unilever Pureit : Teknologi Pemurni Air Siap Minum Terlindung dari Kuman berbahaya Penyebab.
Air isi ulang dapat menyebabkan juga resiko bayi terkena diare 3 kali lebih tinggi pada bayi yg mengonsumsi Air Minum Isi Ulang dibandingkan dgn bayi yg tidak mengkonsumsi air isi ulang. Hal ini karena biasanya air tersebut langsung diminum,” ujar dosen FKM UI. Diare menduduki peringkat kedua sebagai penyebab kematian balita dan balita yg minum air tercemar akan memiliki risiko lebih tinggi. Fenomena ini menunjukkan pentingnya metode pengolahan air yg efektif dan efisien, sehingga air yg dikonsumsi bisa terbebas dari mikroorganisme berbahaya. (Dikutip dari : Mediabangsa.com).
Demikian uraian postingan singkat ini, diharapkan memiliki manfaat praktis berupa pemikiran dan wacana bagi aparat penegak hukum dalam rangka upaya penegakan hukum dan pemecahan masalah penyalahgunaan terhadap produk air minum isi ulang yang lebih baik dimasa yang akan datang. Dan untuk anda sebagai konsumen agar selalu berhati-hati dalam membeli dan mengkonsumsi air minum isi ulang. Perlu di ingat bahwa kesehatan itu mahal nilainya.
Air minum memang sangat di butuhkan sekali oleh semua orang, karena tubuh kita ini perlu sekali pasokan air minum. Akan tetapi perlu diketahui tentang bahaya mengkonsumsi air minum isi ulang agar anda bisa berhati-hati dalam memilih dan mengkonsumsi air minum untuk kehidupan sehari-hari, jangan sampai tubuh anda menjadi ada penyakit gara-gara salah mengkonsumsi air minum.
Jumat, 11 April 2014
Pendidikan Menghafal di Indonesia Salah Kaprah
Kini bukan lagi jamannya otak siswa di jejali dengan aneka buku bacaan yang tebalnya 1000 halaman. Guru tidak bisa memasaksa otak manusia yang sebesar hanya 1000 cc tersebut menampung dan menghafal seluruh kata - kata dan kalimat yang ada di dalam buku tersebut. Pada akhirnya munculah lulusan pengcopy paste isi dari buku yang bukan hasil pemikirannya sendiri. Ujung - ujungnya tidak ada inovasi dan karya baru yang diciptakan oleh lulusan tersebut.
Tidak usah jauh - jauh melihat keluar rumah, sekarang mari kita bercermin pada diri kita sendiri. Apakah kita tidak menyadari bahwa pendidikan menghafal yang "tidak pada tempatnya" berakibat fatal bagi kelangsungan hidup lulusan sekolah, entah itu lulusan SMP atau SMA semuanya sama.
Kegiatan menghafal buku pedoman memang ada baiknya, yaitu menguatkan memori otak dan meningkatkan masa pakai otak. Selain itu manfaat dari menghafal untuk kesehatan juga sangat besar, di sinyalir orang yang suka menghafal bacaan maka tidak akan terkena Alzheimer.
Tapi jika hanya hafal saja tidak mengerti maksudnya itu artinya percuma dan buang - buang waktu. Bukan hanya tulisan, tapi ini fakta dilapangan. Dulu waktu saya masih kuliah kegiatan menghafal tidak banyak karena kuliah di kejuruan yang isi praktek terus, yang dibutuhkan hanya pemahaman saja. Jika kita sudah paham dan arti yang dimaksud kita bisa menjelaskan lebih panjang dari apa yang ada dibuku. Hal inilah yang diinginkan oleh pendidikan Indonesia yang sesungguhnya.
Namanya juga siswa, tentu ada yang baik dan ada yang nakal. Kerjaannya jalan - jalan, waktu belajar habis untuk bermain, jadi yang disalahkan bukan hanya guru tapi juga lingkungannya.
Ada berapa planet di Tata Surya kita?
Kenapa tidak hanya 9 seperti yang biasa kita pelajari sejak SMA? Ternyata masih banyak perdebatan tentang definisi sebuah planet, kata yang diambil dari bahasa Yunani yang berarti "pengembara". Kita sejak dulu mempercayai ada 9 planet yang mengembara mengelilingi matahari kita, yaitu: Merkurius sang utusan dewa, Venus sang dewi asmara, Bumi planet biru tempat kita tinggal, Mars sang dewa perang, Yupiter raja para dewa, Saturnus sang dewa pertanian, Uranus dan Neptunus planet kembar penguasa langit dan lautan, serta Pluto planet terdingin yang digambarkan sebagai dewa kematian.
Namun tidak lagi sejak pertemuan International Astronomical Union (IAU) di Praha, Ceko yang akan segera memasukkan 3 "planet" baru ke tata surya kita, yaitu: Ceres yang semula dianggap sebagai asteroid dan berada diantara Mars dan Jupiter, Charon yang semula dianggap bulan Pluto, dan planet yang semula diyakini sebagai planet ke-10, 2003 UB313 atau yang akan segera dinamakan Xena. Sembilan planet yang kita kenal akan dikategorikan sebagai planet "klasik", sementara Ceres akan dianggap sebagai planet kerdil dan 3 planet diluar Neptunus akan disebut sebagai planet-planet "Pluton".
Namun tidak hanya itu, kemungkinan juga jumlah planet di tata surya kita akan bertambah menjadi 24 buah ketika kandidat-kandidat planet lainnya seperti Sedna, Orcus, Quaoar, 2003 EL61, Vesta, Pallas, dan Hygiea dimasukkan.
Kamis, 10 April 2014
Sabtu, 29 Maret 2014
"Perokok Sosial" Sama Berbahayanya dengan Perokok Berat
Kompas.com - Mereka hanya merokok pada kesempatan tertentu, terutama saat sedang bersosialisasi dengan teman. Para perokok tersebut sering disebut dengan "perokok sosial". Meski frekuensi merokok mereka tergolong jarang, nyatanya bahaya kesehatannya sama saja dengan perokok berat.
Para ilmuwan sampai saat ini tidak menemukan batasan "aman" dari merokok. Dengan kata lain, sering merokok atau merokok kadang-kadang memiliki efek buruk pada tubuh, bahkan hingga tingkat sel.
Selain merusak paru, risiko kesehatan yang mengancam antara lain:
- Gangguan kesuburan
Menghisap rokok akan membuat rahim mengalami penuaan lebih cepat, mengganggu produksi estrogen dan merusak DNA sel telur. Hal ini akan memicu gangguan kesuburan dan menopause lebih dini.
- Kanker payudara
Zat-zat beracun pada rokok akan mendorong sel-sel payudara berubah menjadi kanker. Sebuah penelitian yang dimuat dalam jurnal National Cancer Institute menyebutkan, wanita perokok beresiko kanker payudara 24 persen lebih tinggi dibanding yang bukan perokok.
- Kanker kolon
Risiko seorang wanita terkena kanker kolon akan meningkat dua kali lipat dibanding risiko pada pria, jika mereka memiliki kebiasaan merokok.
- Kerusakan DNA
Meski hasil pemeriksaan rontgen paru para perokok sosial menunjukkan hasil yang normal, ternyata ketika diperiksa hingga level sel terjadi perubahan sel-sel menjadi prakanker.
Banyak perokok sosial yang berdalih mereka hanya merokok beberapa batang dalam seminggu. "Saya cuma merokok saat hang out dengan teman," begitu alasannya. Padahal, frekuensi sosialisasi tanpa disadari cukup sering. Selain itu penelitian menunjukkan, rokok ternyata lebih menimbulkan kecanduan dibanding dengan heroin atau kokain. Tak heran jika mereka juga beresiko tinggi terkena penyakit.
Senin, 24 Maret 2014
Sabtu, 22 Maret 2014
Artidjo, hakim agung yang ditakuti para koruptor
Lagi-lagi Artidjo Alkostar membuat publik tercengang. Hakim Agung kelahiran Situbondo, Jawa Timur, pada 22 Mei 1948 ini membanduli Angelina Sondakh dengan hukuman yang lebih berat di tingkat kasasi.
Angelina Sondakh sebelumnya hanya divonis 4 tahun 6 bulan di tingkat Pengadilan Negeri Tipikor, namun vonis itu dilipatgandakan oleh Artidjo, MS Lumme dan Mohammad Askin menjadi 12 tahun.
Sebelumnya trio Hakim Agung (Artidjo Alkostar, MS Lumme dan Mohammad Askin) ini juga memperberat hukuman bagi Tommy Hindratno, pegawai pajak pada Kantor Pajak Sidoarjo, dari 3 tahun 6 bulan menjadi 10 tahun. Trio Hakim Agung ini juga memperberat hukuman Zen Umar, Direktur PT Terang Kita atau PT Tranka Kabel, dari 5 tahun menjadi 15 tahun.
Vonis hukuman naik 3 kali lipat lebih tinggi dari hukuman semula adalah rekor saat ini. Rekor sebelumnya hukuman hanya naik dua kali lipat dan itu pun juga dipegang oleh Artidjo bersama Suryajaya, Abdul Latief, Krisna Harahap, dan MS Lumme yang memperberat hukuman Anggodo Widjojo dari lima tahun menjadi 10 tahun penjara.
Lalu siapa sebenarnya Hakim Artidjo?
Sebelum menjadi hakim agung, Artidjo aktif sebagai dosen tetap Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta dan advokat. Sebagai seorang advokat, Artidjo pernah menangani beberapa kasus penting, di antaranya Anggota Tim Pembela Insiden Santa Cruz di Dili (Timor Timur 1992), dan Ketua Tim Pembela gugatan terhadap Kapolri dalam kasus Pelarungan Darah Udin (wartawan Bernas Fuad M Syafruddin).
Alumnus FH UII angkatan 1976 ini juga pernah menjadi Direktur LBH Yogyakarta pada 1983-1989. Artidjo juga pernah menempuh pendidikan untuk lawyer mengenai Hak Asasi Manusia di Columbia University selama enam bulan. Artidjo juga bekerja di Human Right Watch divisi Asia di New York selama dua tahun.
Pulang dari Negeri Paman Sam, Artidjo lalu mendirikan kantor pengacara yang dia namakan Artidjo Alkostar and Associates. Namun pada tahun 2000, pria berdarah Madura ini harus menutup kantor hukumnya karena terpilih sebagai hakim agung.
Artidjo hingga saat ini masih mengajar di kampus almamaternya. Artidjo mengajar setiap Sabtu, dari pagi hingga malam hari. Mantan aktivis HMI ini mengajar hukum acara pidana dan etika profesi serta mengajar mata kuliah HAM untuk S2. Artidjo biasa pulang ke Yogyakarta Jumat sore dan dijemput keponakannya di bandara dengan menggunakan motor.
Saat awal menjadi Hakim Agung, Artidjo bahkan sering naik bajaj atau taksi untuk menuju Gedung Mahkamah Agung. Hal itu karena di awal karirnya, hakim agung belum mendapatkan kendaraan dinas. Bahkan karena belum juga mendapat fasilitas rumah dinas dari MA, Artidjo mengontrak sebuah rumah di perkampungan di Kramat Kwitang, Jakarta Pusat, di belakang deretan bengkel las.
Kesederhanaan dan kejujuran telah menempa Artidjo. Berangkat dari padepokan kesederhanaan dan kejujuran itu kini Artidjo menjadi Hakim Agung yang tanpa ampun menghukum koruptor. Vonis ringan yang dijatuhkan hakim di bawahnya dia rombak dan tetap dengan argumen hukum yang kuat.
Lalu siapa lagi koruptor yang bakal merasakan beratnya palu besi yang digenggam Artidjo?