Kini bukan lagi jamannya otak siswa di jejali dengan aneka buku bacaan
yang tebalnya 1000 halaman. Guru tidak bisa memasaksa otak manusia yang
sebesar hanya 1000 cc tersebut menampung dan menghafal seluruh kata -
kata dan kalimat yang ada di dalam buku tersebut. Pada akhirnya munculah
lulusan pengcopy paste isi dari buku yang bukan hasil pemikirannya
sendiri. Ujung - ujungnya tidak ada inovasi dan karya baru yang
diciptakan oleh lulusan tersebut.
Tidak usah jauh - jauh melihat keluar rumah, sekarang mari kita
bercermin pada diri kita sendiri. Apakah kita tidak menyadari bahwa
pendidikan menghafal yang "tidak pada tempatnya" berakibat fatal bagi
kelangsungan hidup lulusan sekolah, entah itu lulusan SMP atau SMA
semuanya sama.
Kegiatan menghafal buku pedoman memang ada baiknya, yaitu menguatkan
memori otak dan meningkatkan masa pakai otak. Selain itu manfaat dari
menghafal untuk kesehatan juga sangat besar, di sinyalir orang yang suka
menghafal bacaan maka tidak akan terkena Alzheimer.
Tapi jika hanya hafal saja tidak mengerti maksudnya itu artinya percuma
dan buang - buang waktu. Bukan hanya tulisan, tapi ini fakta dilapangan.
Dulu waktu saya masih kuliah kegiatan menghafal tidak banyak karena
kuliah di kejuruan yang isi praktek terus, yang dibutuhkan hanya
pemahaman saja. Jika kita sudah paham dan arti yang dimaksud kita bisa
menjelaskan lebih panjang dari apa yang ada dibuku. Hal inilah yang
diinginkan oleh pendidikan Indonesia yang sesungguhnya.
Namanya juga siswa, tentu ada yang baik dan ada yang nakal. Kerjaannya
jalan - jalan, waktu belajar habis untuk bermain, jadi yang disalahkan
bukan hanya guru tapi juga lingkungannya.
0 komentar:
Posting Komentar