JAKARTA — Mahkamah Konstitusi (MK)
mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-undang tentang
pemilihan presiden dan wakil Presiden yang diajukan Aliansi masyarakat
Sipil untuk pemilu seretak. Uji materi tersebut di antaranya diajukan
oleh Dosen Universitas Indonesia Effendi Gazali.
Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi menyatakan pemilu presiden dan
wakil preside serta pemilihan umum legislatif dilakukan serentak pada
tahun 2019. Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva mengatakan jika
pemilu serentak dilaksanakan pada tahun 2014, maka tahapan Pemilu yang
saat ini sedang berlangsung menjadi terganggu dan terhambat karena
kehilangan dasar hukum.
Selain itu, Mahkamah mempertimbangkan, jangka waktu yang tersisa tidak
memungkinkan atau tidak cukup memadai untuk membentuk peraturan
perundang-undangan yang baik dan komprehensif jika pemilu serentak
digelar pada Pemilu 2014.
Hamdan Zoelva mengatakan, "Amar putusan mengadili, menyatakan 1.
Mengabulkan permohonan pemohon pasal 3 ayat 5,pasal 12 ayat 1 dn 2,
pasal 14 ayat 2 dan pasal 112 tentang pemilihan umum presiden dan wakil
presiden bertentangan dengan UUD negara Republik Indonesia tahun 1945.
Kedua, amar putusan dalam angka satu di atas berlaku untuk
penyelenggaraan pemilihan umum tahun 2019 dan pemilihan umum
selanjutnya."
Namun, pengamat politik dari Akar Rumput Strategic Consulting,
Dimas Oky Nugroho menilai aneh putusan Mahkamah Konstitusi tersebut.
Mahkamah Konstitusi lanjutnya telah menyatakan bahwa pemilihan presiden
dan wakil presiden serta pemilihan calon legislatif yang tidak serempak
melanggar konstitusi tetapi tetap dilaksanakan pada pemilu 2014
mendatang.
"MK menyatakan bahwa itu tidak konstitusional, pisah seperti itu, tetapi
pelaksanaannya diundur 5 tahun lagi. Pertanyaan publik adalah jika
demikian secara substansinya, bahwa sesungguhnya yang paling terbaik
adalah pemilu dilaksanakan secara serentak - baik pemilihan presiden dan
legislatif - maka logika itu yang diterima masyarakat. Jadi itu akan
menimbulkan krisis legitimasi juga bagi pemerintahan siapapun yang akan
tampil di (pemilu) 2014 nanti yang menjadi pemenang," ujar Dimas Oky
mempertanyakan.
Penggagas uji materi, Effendi Gazali mengatakan keputusan MK seharusnya
datang lebih cepat sehingga bisa diterapkan pada pemilu 2014, Ini
dikarenakan putusan sudah dibuat pada Mei tahun lalu tetapi hakim baru
membacakan putusan itu pada hari Kamis (23/1) ini.
Effendi mengatakan pemilu yang berlangsung dua kali telah menyalahi konstitusi dan memboroskan uang rakyat hingga Rp120 triliun.
Putusan Mahkamah Konstitusi yang memutuskan pemilihan umum presiden dan
wakil presiden, serta pemilihan umum legislatif dilaksanakan secara
serentak pada tahun 2019 ditanggapi beragam oleh masyarakat.
Seorang anggota masyarakat, Lisa mengatakan, "Setuju karena alasan saya
itu lebih ke efektivitas dan praktisnya kalo langsung ke satu hari lebih
kayak 'gak perlu ribet bolak balik."
Sementara, Anton berkomentar, "Itu berarti kan waktunya lebih singkat,
satu hari, mungkin juga untuk biaya pemilu bisa lebih irit, bisa
dialihkan buat yang lain."
Sedang Tasha mengusulkan, "Jangan dibikin satu hari yah karena semakin
membikin suasana semakin riuh jadinya semakin tidak terkontrol takutnya
jadi lebih baik dipisah aja waktu."
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Priyo Budi Santoso, menyambut baik
putusan Mahkamah Konstitusi yang memutuskan pemilu serentak antara
eksekutif dan legislatif diberlakukan pada Pemilu 2019 mendatang.
Priyo mengaku sempat khawatir jika pemilu serentak itu dilaksanakan pada
pemilu 2014 karena bisa saja pihak tertentu menyalahgunakan jabatan dan
kekuasaannya. Untuk itu dia menilai langkah dan putusan yang diambil
oleh MK sudah bijaksana dan tepat.
0 komentar:
Posting Komentar