JAKARTA - Hingga saat ini, sebagian besar orangtua
masih berasumsi jika jurusan eksak lebih baik dari sosial. Bahkan,
seringkali anggapan itu "dipaksakan" kepada anak sehingga memilih
jurusan IPA.
Fenomena tersebut kerap kali muncul dalam pemilihan
jurusan saat SMA maupun kuliah. Kepala Sekolah SMAN 3 Jakarta Ni Ketut
Diah Chaerani mendapati, saat mengisi angket untuk peminatan siswa kelas
X di sekolahnya, minat orangtua dan anak tidak sejalan.
"Kadang,
dalam angket peminatan, orangtua dan anak inginnya masuk IPA. Padahal
praktiknya baik nilai di SMP dari kelas 7-9 maupun hasil psikotes
menunjukkan lebih cocok jurusan verbal. Sering kali jadinya maksa," kata
Diah dalam "Persiapan Implementasi Kurikulum 2013 Secara Masif", di Perpustakaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Senayan, Jakarta Selatan, Jumat (14/3/2014).
Diah menyadari, mindset orangtua
mengenai peluang karier jurusan IPA sudah terlanjur terbentuk. Sehingga
bukan hal mudah mengubah pola pikir itu. Maka, Diah pun menggunakan
contoh alumni maupun tokoh sukses lain yang berasal dari jurusan IPS.
"Mengubah mindset orangtua
tidak mudah. Makanya kami sering memberikan contoh orang-orang sukses
dari jurusan IPS. Memberikan pemahaman kepada mereka bahwa masing-masing
jurusan punya kelebihan dan kekurangan di bidang kerja," jelasnya.
Keadaan
tersebut juga membuat Ketua Unit Implementasi Kurikulum 2013 Tjipto
Sumadi merasa heran. Dia menilai, setiap jurusan memiliki peluang karier
yang sama besar.
"Sebanyak 90 persen minat IPA padahal
lulusannya jadi insinyur, jadi tukang. Jurusan bahasa paling hebat jadi
penerjemah, asisten manajer. Yang paling hebat justru jurusan IPS, yang
akan jadi bos, jadi manajer," canda Tjipto.
Tjipto mengimbau agar
para siswa tidak hanya memilih jurusan untuk prospek kerja saat ini.
Tapi justru berpikir lebih jauh, termasuk era globalisasi saat ini.
"Saya
pernah bertemu mahasiswa Korea yang ambil jurusan bahasa Indonesia. Dia
punya tiga alasan, yaitu jumlah laki-laki di Korea semakin dikit,
tingkat pertumbuhaan ekonomi di Korea Selatan sangat tinggi, keinginan
untuk berinvestasi di Indonesia. Setelah lulus kuliah, dia akan buka
usaha di Indonesia dan menikah dengan pria Indonesia. Orang-orang di
negara lain tidak berpikir belajar hanya untuk sekarang tapi ke depan,"
tutupnya. (ade)
0 komentar:
Posting Komentar