Ledakan jumlah penduduk dalam suatu negara mungkin bisa menjadi “senjata
makan tuan” bila pemerintahannya letoy atau bahkan tidak memiliki
kecakapan. Bila salah urus ledakan penduduk tersebut hanya akan menjadi
permasalahan tak kunjung usai.
Mengkonotasikan ledakan penduduk sebagai
sebuah hal yang negatif jelas akan berbuntut kepada kebijakan yang
salah, baik yang dilakukan oleh pribadi-pribadi dalam keluarga atau pada
para pengambil keputusan hajat hidup orang banyak. Sehingga hal yang
seharusnya menjadi sebuah potensi akan berbalik menjadi sebuah beban.
Mungkin kita masih ingat jargon “banyak anak, banyak rezeki”
yang terpopulerkan di-era almarhum Presiden Soekarno berkuasa dahulu.
Tetapi seiring pertumbuhan penduduk dan bergantinya rezim yang berkuasa
jargon tersebut tergantikan dengan gaung “Keluarga Berencana” yang punya tagline “Dua Anak Cukup, Laki-Perempuan Sama Saja“.
Pertarungan psikis terhadap dua jargon tersebut hampir dipastikan telah
dimenangkan oleh jargon terakhir. Bahwa kini banyak keluarga-keluarga
baru banyak yang takut untuk memiliki anak lebih dari dua. Baik yang
berpendidikan tinggi maupun rendah dengan segala variasi tingkat ekonomi
yang ada.
Lain negara tentu lain dalam memandang
pertumbuhan penduduk yang ada, bagi negara kaya bernama Indonesia
pertumbuhan penduduk tersebut dianggap sebagai bom waktu. Tidak bagi
negara seperti Palestina, angka kelahiran yang tinggi menjadi sebuah
keberkahan yang bisa menjadi sebuah “bibit-bibit baru” pejuang bagi
kemerdekaan negara tersebut. Baik yang akan dimenangkan melalui
pertempuran politik maupun pertempuran konvensional. Ledakan penduduk
yang terjadi di Palestina secara tidak langsung membuat gentar pihak
Zionis Israel. Sehingga kita bisa saksikan kebijakan yang diambil oleh
pemerintah Zionis Israel terhadap warga Palestina ada sebuah kebijakan
negatif. Menghadang laju pertumbuhan penduduk warga Palestina dilakukan
oleh pemerintah Zionis Israel dengan melakukan agresi-agresi militer.
Bukan hanya para pejuang Palestina yang menjadi sasaran moncong senjata
tentara Zionis Israel, bayi-bayi Palestina yang tak berdosa dan berdaya
pun ikut menjadi korban.
Episode pertempuran antara Zionis Israel
dan warga Palestina adalah sebuah potret buram dalam memandang negatif
sebuah pertumbuhan penduduk. Sama buruknya dengan apa yang terjadi
dimasa NAZI-Hitler berkuasa di Jerman yang menghasilkan tragedi
holocaust. Bukan hanya itu, aksi pemberantasan terorisme internasional
adalah aksi yang sengaja diciptakan untuk menekan angka pertumbuhan
penduduk yang berbalut kepentingan politik dan eksistensi pihak-pihak
tertentu terhadap pihak tertentu lainnya.
Strategi menekan angka pertumbuhan
penduduk yang berbalut kepentingan dan eksistensi politik dan kekuasaan
tidak melulu dilakuan dengan “aksi keras”. Apa yang terjadi di Indonesia
dan negara berkembang lainnya dilakukan dengan cara yang “soft”, tetapi
lebih berbahaya dan lebih jahat dari apa yang kita saksikan di medan
perang kontemporer. Baik yang bersifat lokal, regional dan multi
nasional.
Indikasi adanya penekanan laju jumlah penduduk dengan cara yang “soft” tersebut bernama program Keluarga Berencana!.
Program tersebut ditenggarai kini mulai
dilakukan dengan cara-cara yang “keliru” dan dalam bentuk “pemaksaan”
dan rentan terjadinya sebuah pelanggaran HAM.
1 komentar:
artikel anda bagus dan bermanfaat.
Posting Komentar