Selasa, 18 Maret 2014

Jurusan IPS & Bahasa Juga Bagus Kok

Ilustrasi. (Foto: Dede Kurniawan/Okezone) 

JAKARTA - Hingga saat ini, sebagian besar orangtua masih berasumsi jika jurusan eksak lebih baik dari sosial. Bahkan, seringkali anggapan itu "dipaksakan" kepada anak sehingga memilih jurusan IPA.

Fenomena tersebut kerap kali muncul dalam pemilihan jurusan saat SMA maupun kuliah. Kepala Sekolah SMAN 3 Jakarta Ni Ketut Diah Chaerani mendapati, saat mengisi angket untuk peminatan siswa kelas X di sekolahnya, minat orangtua dan anak tidak sejalan.

"Kadang, dalam angket peminatan, orangtua dan anak inginnya masuk IPA. Padahal praktiknya baik nilai di SMP dari kelas 7-9 maupun hasil psikotes menunjukkan lebih cocok jurusan verbal. Sering kali jadinya maksa," kata Diah dalam "Persiapan Implementasi Kurikulum 2013 Secara Masif", di Perpustakaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Senayan, Jakarta Selatan, Jumat (14/3/2014).

Diah menyadari, mindset orangtua mengenai peluang karier jurusan IPA sudah terlanjur terbentuk. Sehingga bukan hal mudah mengubah pola pikir itu. Maka, Diah pun menggunakan contoh alumni maupun tokoh sukses lain yang berasal dari jurusan IPS.

"Mengubah mindset orangtua tidak mudah. Makanya kami sering memberikan contoh orang-orang sukses dari jurusan IPS. Memberikan pemahaman kepada mereka bahwa masing-masing jurusan punya kelebihan dan kekurangan di bidang kerja," jelasnya.

Keadaan tersebut juga membuat Ketua Unit Implementasi Kurikulum 2013 Tjipto Sumadi merasa heran. Dia menilai, setiap jurusan memiliki peluang karier yang sama besar.

"Sebanyak 90 persen minat IPA padahal lulusannya jadi insinyur, jadi tukang. Jurusan bahasa paling hebat jadi penerjemah, asisten manajer. Yang paling hebat justru jurusan IPS, yang akan jadi bos, jadi manajer," canda Tjipto.

Tjipto mengimbau agar para siswa tidak hanya memilih jurusan untuk prospek kerja saat ini. Tapi justru berpikir lebih jauh, termasuk era globalisasi saat ini.

"Saya pernah bertemu mahasiswa Korea yang ambil jurusan bahasa Indonesia. Dia punya tiga alasan, yaitu jumlah laki-laki di Korea semakin dikit, tingkat pertumbuhaan ekonomi di Korea Selatan sangat tinggi, keinginan untuk berinvestasi di Indonesia. Setelah lulus kuliah, dia akan buka usaha di Indonesia dan menikah dengan pria Indonesia. Orang-orang di negara lain tidak berpikir belajar hanya untuk sekarang tapi ke depan," tutupnya. (ade)

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More