Selasa, 04 Maret 2014

Tragedi Hilangnya Pesawat Adam Air

http://yusaksunaryanto.files.wordpress.com/2008/08/adm.jpg 

Bencana seolah berurutan hadirnya. Ketika fajar tahun baru bersinar, tersiar kabar pesawat AdamAir hilang. Hingga Sabtu (6/1) pesawat Boeing dengan nomor penerbangan KI 574 itu belum juga ditemukan.

Sejak pesawat AdamAir dengan dengan nomor penerbangan KI 574 dinyatakan hilang dalam perjalanan dari Surabaya ke Manado, bandara Hasanudin, Makassar mendadak jadi ramai. Dari kontak terakhir, pesawat naas itu berada di atas laut Makassar menuju Manado. Akhirnya, posko AdamAir maupun semua kekuatan tim SAR dari TNI AL, Polri, maupun TNI AU dipusatkan ke Lanud Hassanudin Makassar.

Sebagian keluarga korban juga didatangkan ke Makasaar dan tinggal di tiga hotel dekat bandara. Semua itu dilakukan untuk mempermudah proses identifikasi bila pesawat ditemukan. Apalagi sehari kemudian muncul kabar pesawat Boeing 737-400 itu sudah ditemukan di kawasan pegunungan Polewali Mandar, Sulawesi Barat.

Namun, hingga Sabtu (6/1), belum ada tanda-tanda keberadaan pesawat. Berbagai upaya sudah dilakukan. TNI AL mengerahkan kekuatan udara dan laut. Dalam pencarian ini, TNI AL Armada Timur mengerahkan tiga pesawat, masing-masing 2 Cassa dan 1 pesawat Nomad serta 4 kapal untuk menyisir di laut.

Belum lagi tambahan armada dari Polri yang mengerahkan 1 pesawat Sky Truck dan 1 helikopter. TNI -AU juga mengerahkan 1 Boeing 737-200. Angkatan Udara Singapura juga ikut membantu melakukan pencarian dengan mengerahkan satu pesawat canggih Fokker 50, yang dilengkapai alat pendeteksi radar pesawat serta infra merah.

KENDALA CUACA
Kamis (4/1), NOVA berkesempatan ikut dalam pencarian selama empat jam dengan pesawat Cassa yang dipiloti oleh Kapten Laut (P) Henoch Nasarius Virsawa dan Co-Pilot Lettu Laut (P) Ari Pambudi. Pencarian dilakukan di laut sejauh 60 mil. Keadaan permukaan laut bersih dan tak ada tanda-tanda AdamAir jatuh di kawasan perairan tersebut.

Untuk melihat lebih dekat permukaan laut, terkadang pesawat buatan IPTN itu bermanuver sangat rendah hanya 30 meter dari permukaan laut. "Menurut pengalaman kalau memang pesawat itu jatuh di laut, sekecil apa pun pasti ada barang yang berserakan," ujar Henoch.

Setelah menyurusi laut, pesawat Cassa dari skuadron 600 TNI-AL Armada Timur itu terbang menuju pegunungan yang bertebing-tebing di kawasan Mamuju nyaris sampai masuk wilayah Palu. Namun, radar Cassa maupun pandangan kru tak menangkap jejak pesawat. Setelah berputar-putar di Mamuju, tim SAR menuju Majene, dan mengobok-obok kawasan pesisir dan Teluk Mandar. Lagi-lagi hasilnya nihil.

Selama mengudara, pilot dan co-pilot mengamati dengan cermat peta wilayah dengan titik-titik kordinat yang diduga menjadi kontak terakhir lokasi hilangnya AdamAir. Karena tak berhasil, pesawat kembali menyusuri laut dan kembali ke pangkalan.

Pencarian AdamAir belakangan juga banyak kendala, terutama menyangkut cuaca. Pesawat Nomad yang dipiloti oleh Kapten Laut (P) Gering Sapta, bersama 10 wartawan pada Rabu (3/1) terjebak badai. Pesawat kecil tersebut setelah melakukan pencarian tak bisa segera mendarat karena cuaca sangat buruk.


TERTUNDUK LESU
Dalam pencarian yang diikuti NOVA, ikut pula Lettu Laut (P) Lucky Setiandika (25). Lucky bukan anggota tim SAR, tapi salah satu keluarga penumpang. Sang istri, Ellen Dwi Susanti (26) ikut hilang bersama AdamAir. Sehari-hari, Lucky bertugas sebagai ci pilot pesawat Cassa yang ikut dalam pencarian itu. "Saya memang minta izin komandan untuk ikut ke mari. Saya sebenarnya tak dilibatkan langsung sebagai penerbang," ujar Lucky yang memanggil sang istri dengan sapaan sayang, Bunda..

Selama dalam pesawat, wajah Lucky tampak murung. Ia belum genap dua bulan menikmati indahnya perkawinan. Ya, ia memang termasuk pengantin baru. Dari balik kaca jendela pesawat, ia menatap dengan seksama pegunungan maupun pesisir yang dilintasi pesawat. "Bunda, tunjukkan di mana sekarang kamu berada. Beri tanda sebisamu supaya ayah yang lagi mencari ini bisa melihat," gumamnya.

Sambil terus berucap, jika tak yakin dengan apa yang dilihatnya, ia buru-buru mengambil teropong di genggamannya. Lalu, ia mengamati dengan lebih cermat. Terkadang ia berdiri di antara pilot dan co pilot, ikut mengamati dari balik jendela cockpit, apa saja yang ada di depannya. Ibarat tak sejengkal kawasan yang lepas dari pandangannya.

Ia memendam kecewa ketika pesawat yang dipiloti rekan satu kesatuannya ini, tak berhasil menemukan jejak pesawat naas. Dalam perjalanan kembali menuju landasan lapangan terbang Hasanudin, ia diam tertunduk lesu. Matanya berkaca-kaca. "Memang fisik saya terlihat tegar, tapi hati saya enggak karu-karuan," ujarnya dengan suara perlahan.

Musibah ini memang merenggut manisnya perkawinan yang baru saja direguknya. "Saya baru menikah 4 November 2006 lalu. Bisa dibayangkan sendiri bagaiamana perasaan saya," ucap Lucky yang tinggal di Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur.

Lucky berharap segera menemukan sang istri dan korban lainnya. Kepergian istrinya yang begitu mendadak membuat ia lunglai. Padahal, sebelum hari naas itu, tak ada firasat ganjil yang menyertainya. "Semua berjalan biasa-biasa saja. Tak ada yang janggal. Karena itulah saya yakin, saat ini dia masih dilindungi Tuhan," ucapnya yakin.

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More